Dalam suratnya yang bertanggal tahun 1637, Baresch telah meminta bantuan dari Kircher untuk mengurai isi Manuskrip Voynich. Baresch menolak untuk mengirimkan buku tersebut. Ia lebih memilih untuk mengirimkan salinan beberapa halamannya saja kepada Kircher. Tidak jelas apakah Kircher telah berhasil memecahkan misteri Manuskrip Voynich. Namun jika dilihat dari konteks surat Marci tahun 1665, maka besar kemungkinan pada tahun itu Kircher masih belum berhasil melakukannya. Setelah manuskrip itu dimiliki Kircher pun tidak jelas apakah dia sudah berhasil atau belum, karena surat-surat Kircher banyak yang hilang dan tidak ditemukan,atau setidak-tidaknya belum ditemukannya catatan yang menyinggung hal itu. Hal tersebut wajar saja terjadi karena fasilitas media untuk publikasi masih terbatas pada masa itu.
Wilfrid M. Voynich mungkin menjadi yang paling beruntung dari semua orang yang pernah mencoba untuk memecahkan misteri tersebut, pasalnya manuskrip ini mendunia dengan mengenakan namanya. Pria berdarah Polandia inilah yang pertama kali mengangkat manuskrip ini kepada khalayak umum di era modern. Selain menemukan buku ini, ia juga mengaku bahwa selama 7 tahun ia mencoba mengurai isi buku ini dan mencari tahu siapa yang telah menulisnya. Ia menemukan surat Marci tahun 1665 di balik sampul Manuskrip Voynich, dan mempelajari siapa saja yang memungkinkan untuk menulis buku tersebut. Tidak jelas apakah upayanya berhasil. Namun yang jelas ia pernah membual kepada harian New York Times pada tahun 1921 dengan berkata : "Saat waktunya tiba, saya akan buktikan pada dunia bahwa ilmu sihir abad pertengahan terdiri dari penemuan-penemuan (yang) jauh ada sebelum (dikenalnya) sains abad ke-20."
Di belakang Wilfrid Voynich, ada satu nama yang juga tercatat sebagai salah satu dari orang-orang yang mencoba mengungkap rahasia buku ini. Ialah William Romaine Newbold, seorang ilmuwan dan filsuf dari University of Pennsylvania. Pada tahun 1921, ia mengklaim bahwa ia telah berhasil mengungkap misteri Manuskrip Voynich. Ia mengatakan bahwa pada huruf-huruf yang terdapat di dalam teks Manuskrip Voynich, apabila diperbesar akan tampak guratan-guratan tersembunyi yang membentuk abjad Yunani, sehingga memungkinkan teks tersebut dapat dibaca dengan abjad-abjad hasil temuannya itu dan memiliki arti.
Hasil temuannya memang sangat sensasional dan menghebohkan dunia sains. Pasalnya, bukan hanya menetapkan Roger Bacon sebagai penulisnya, ia juga menyingkap bahwa Bacon sudah jauh lebih dulu memiliki teleskop jauh sebelum Hans Lippershey mematenkan dirinya sebagai orang pertama yang menemukan alat tersebut di tahun 1608. Sekedar informasi, Roger Bacon merupakan seorang alchemist yang hidup di abad ke-13. Selain itu Newbold juga menyatakan jika jauh sebelum mikroskop versi Zacharias Janssen (1590-an) dan mikroskop lensa tunggal milik Anton Van Leeuwenhoek (1670) ditemukan, Bacon terlebih dulu telah meneliti objek yang tertulis di Manuskrip Voynich dengan alat yang memiliki sistem kerja serupa. Ia mengartikan beberapa objek di manuskrip tersebut sebagai gambar sel telur dan protozoa.
Di dalam salah satu hasil terjemahan versi Newbold, ada sebuah kalimat yang berbunyi :"Vidi stellas in speculo concavo, in cochleae forma agglomeratas", yang kurang lebih artinya: "Melalui sebuah cermin cekung aku melihat bintang-bintang membentuk sebuah rumah siput." Rumah siput yang dimaksud di sini ialah bentuk spiral yang kemungkinan mengacu kepada Galaksi Andromeda.
Newbold berpendapat jika Bacon menulis buku ini dengan bahasa sandi, seperti yang biasa ia lakukan pada buku alkimia ciptaannya. Ia menyebut sistem persandian itu sebagai anagram mikrografis yang memerlukan sandi transposisi (perubahan susunan huruf di dalam kata-kata), singkatan (menggunakan sistem yang diambil dari cara Yunani kuno) dan notasi mikroskopis (dimana terdapat guratan huruf atau angka yang tersembunyi di dalam sebuah huruf/kata yang ditulis jelas, yang hanya akan dapat terbaca ketika deperbesar). Teori ini awalnya diterima oleh ahli abad pertengahan, John Matthews Manly, yang pernah menjabat sebagai kepala Kriptolog di US Army (Pasukan Tentara AS) ketika masa Perang Dunia I. Namun karena hal-hal yang telah dicetuskan Newbold tadi tidak mampu membantu pengungkapan isi Manuskrip Voynich, maka Manly mementahkan teori Newbold. Ia mengungkap hasil studi yang menyatakan jika guratan-guratan tersebut hanyalah reaksi alami tinta yang mengering di atas permukaan vellum. Sebagian besar hasil dari deskripsi Newbold diartikan secara sewenang-wenang dan teorinya hanya berlaku pada sebuah bagian pendek teks Manuskrip Voynich. Manly juga menyimpulkan jika hasil kerja Newbold di dalam memecahkan rahasia Manuskrip Voynich bukanlah penemuan sebuah rahasia yang dibuat oleh Bacon, melainkan sebagai buah dari rasa antusiasnya yang besar, yang dipadukan dengan kecerdasan alam bawah sadar Newbold belaka.
John Matthews Manly, mantan kepala Kriptolog US Army. Berkat hasil studinya maka teori kontroversial Newbold berhasil dipatahkan dan diabaikan hingga sekarang.
Pada tahun 1943, seorang ahli hukum dan kriptografer amatir yang bernama Joseph Martin Feely , mempublikasikan hasil studinya terhadap Manuskrip Voynich yang berjudul :"Roger Bacon's Cipher :The Right Key Found."(Sandi Rahasia Roger Bacon: Kunci yang Tepat Telah Berhasil Ditemukan). Di situ Feely mengungkapkan jika Manuskrip Voynich berisikan catatan harian saintifik yang ditulis oleh Roger Bacon. Berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukannya, ia meyakini bahwa Manuskrip Voynich ditulis dengan singkatan-singkatan kata dan kalimat bahasa abad pertengahan yang telah disubstitusikan ke dalam tulisan asing/bahasa Voynichese. Atas dasar inilah, Feely menerjemahkan satu bagian dari Manuskrip Voynich yang terdiri dari 41 baris. Sayangnya pendekatan Feely ini sama sekali tidak masuk akal dan hanya menjadi kebuntuan lainnya dalam mengungkap rahasia Manuskrip Voynich.
Setahun setelahnya, seorang ahli botani yang bernama Hugh O'Neill beranggapan bahwa dua ilustrasi tumbuhan yang ada di Manuskrip Voynich merupakan bunga matahari dan capsicum(sejenis cabe-cabean). Karena kedua tumbuhan ini menyebar di Eropa setelah ditemukannya benua Amerika,
maka hasil identifikasi O'Neill dinilai mampu mempersempit dugaan masa pembuatan Manuskrip Voynich. Namun sayang, hasil identifikasi O'Neill tersebut hanyalah sebuah spekulasi karena gambar kedua tumbuhan tersebut tidak sama persis dengan bunga matahari dan tumbuhan capsicum. Oleh sebab itu, teori ini tidak bisa dijadikan acuan untuk mengurai isi Manuskrip Voynich.
Pada tahun 1945, Leonell C. Strong mengungkapkan jika Manuskrip Voynich ditulis oleh seorang penulis Inggris abad ke-16, Anthony Ascham. Salah satu buku yang ditulis oleh Ascham berjudul "A Little Herbal" yang diterbitkan pada tahun 1550, memiliki kesamaan dengan Manuskrip Voynich. Namun pernyataan Strong ini mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak.
John Matthews Manly memang belum berhasil mengungkap rahasia Manuskrip Voynich. Pada tahun 1925, ia menghubungi tuan dan nyonya Friedman untuk meminta mereka ambil bagian di dalam memecahkan kasus itu. William F. Friedman dan istrinya, Elizebeth Friedman, merupakan kriptografer profesional. Nama besar William Friedman di dalam memecahkan berbagai kode rahasia sudah tidak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ahli pemecah kode rahasia terbaik sepanjang masa. Selama 40 tahun masa karirnya, sudah ribuan kode rahasia yang berhasil dipecahkan olehnya bersama dengan timnya, termasuk kode Purple milik pasukan Jepang yang pada masa Perang Dunia ke-2 dianggap sebagai salah satu yang sukar untuk dipecahkan. Pada era Perang Dunia II, ia diangkat menjadi Kepala Kriptoanalis di Departemen Perang Amerika Serikat. Hasil kerja Friedman dan rekan-rekannya terbukti sukses menyelamatkan tentara Amerika Serikat dari gempuran lawan. Pada tahun 1940-an hingga 1950-an, ia menjabat sebagai Kepala Signals Intelligence Service.
Manly mengirimkan foto-foto Manuskrip Voynich kepada suami istri Friedman. Pada tahun 1944, Friedman bersama rekan-rekannya membentuk tim tidak resmi untuk mempelajari Manuskrip Voynich. Berbeda dengan keberhasilan mereka sebelumnya, tim ini sepertinya tidak berhasil memecahkan misteri Manuskrip Voynich. Meski begitu, Friedman mengulas mengenai usaha yang panjang dan kesia-siaan dalam proses pencarian sandi anagram di dalam teks Manuskrip Voynich di dalam sebuah artikel yang berjudul "Acrostics, Anagrams and Chaucher ", di dalam jurnal Philogical Quarterly yang diterbitkan pada tahun 1959. Uniknya, pernyataan Friedman dibarengi dengan pesan yang ditulis di dalam bentuk sandi anagram. Ia menyertakan kunci jawaban anagram tersebut di dalam sebuah amplop yang disegel dengan P.Q. Editor. Setelah kematian Friedman, pada tahun 1970, sang editor mengungkapkan kunci jawaban pesan sandi Friedman tersebut kepada khalayak umum. Isi pesan tersebut ialah :"The Voynich Manuscript was an early attempt to construct an artificial or universal language of the a priori type--Friedman."(Manuskrip Voynich merupakan sebuah upaya awal untuk membangun sebuah bahasa buatan ataupun bahasa universal jenis awal/ yang mula-mula--Friedman).
Pada tahun 1950, Friedman pernah meminta bantuan seorang perwira tentara Inggris yang bernama John Tiltman, untuk menganalisis beberapa bagian dari teks Manuskrip Voynich. Tiltman tidak membagikan kesimpulannya. Meski begitu, ia menerbitkan sebuah karya ilmiah pada tahun 1967. Di dalam karya ilmiah tersebut ia memberikan pernyataan sebagai berikut: "Setelah membaca laporan yang saya buat, Tuan Friedman mengungkapkan keyakinannya bahwa tulisan (Manuskrip Voynich) merupakan bentuk sangat primitif dari bahasa universal buatan, sama halnya seperti yang telah dikembangkan dalam bentuk klasifikasi filosofis yang digagaskan oleh Uskup Wilkins (John Wilkins) pada tahun 1667 dan kemudian Dalgarno setelahnya. Sudah jelas bahwa hasil gagasan kedua orang itu begitu sangat sistematis dan berasal dari jenis yang akan mampu dikenali dengan mudah. Analisis saya sepertinya (akan ditekankan ) untuk mengungkap sebuah penggabungan rumit dari jenis-jenis substitusi berbeda."
Teori Friedman memang terdengar elegan dan masuk akal dengan menduga bahwa Manuskrip Voynich merupakan suatu risalah yang tersusun dari bahasa buatan. Namun teori yang jauh berbeda justru datang dari Robert Brumbaugh, seorang profesor filosofi abad pertengahan dari Yale University. Ia mengklaim bahwa Manuskrip Voynich merupakan sebuah tipuan yang ditujukan bagi Kaisar Rudolf II dengan tujuan agar ia mau membelinya. Ia juga mengungkapkan jika teks Manuskrip Voynich menggunakan bahasa lain, namun diubah ke dalam bahasa sandi dengan menggunakan metode dua langkah yang rumit. Dengan kata lain, ia meyakini jika setiap karakter asing yang ada di Manuskrip Voynich mewakili satu huruf Latin. Akan tetapi hasil deskripsi yang diajukan olehnya tidak masuk akal.
Pada tahun 1978, John Stojko menerbitkan "Letters to God's Eyes", dimana ia mengklaim bahwa Manuskrip Voynich merupakan barisan huruf-huruf yang tertulis di dalam bahasa Ukraina yang telah dihilangkan huruf vokalnya. Teori ini menjadi sensasi di antara kalangan diaspora Ukraina. Bahkan setelah Ukraina menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1991, teori ini masih tetap menjadi berita hangat di kalangan rakyat Ukraina. Namun penanggalan yang diberikan oleh Stojko serta tidak adanya korelasi antara ilustrasi-ilustrasi Manuskrip Voynich dengan teks hasil deskripsi Stojko, malah membuat teori ini mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak.
Pemikiran lainnya datang dari Leo Levitov, seorang ahli fisika, pada tahun 1987. Di dalam bukunya yang berjudul "Solution of The Voynich Manuscript : A Liturgical Manual for The Endura Rite of The Cathari Herery, The Cult of Isis ", ia mengungkapkan bahwa Manuskrip Voynich merupakan kitab liturgis pegangan kaum Kathari (Cathar Rite of Endura) yang ditulis dalam bentuk kuno bahasa Flemish (nama sebuah kota di Belgia) yang diasimilasikan dengan bahasa Jerman dan Perancis. Lebih jauh ia mengungkapkan jika Katarisme merupakan sisa-sisa dari penyembahan terhadap dewiIsis yang masih bertahan. Katarisme merupakan gerakan yang muncul sekitar abad ke-11 atau abad ke-12 (abad pertengahan) yang berasal dari Perancis, lalu menyebar ke Italia dan Jerman. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes karena mereka tidak sepaham lagi dengan gereja pada masa itu di dalam hal mengadaptasi pelayanan rasul Kristus. Mereka lebih menekankan untuk tidak bersifat duniawi dan hidup sederhana. Mereka menolak sakramen gereja, pernikahan serta kemewahan. Seringkali mereka berpuasa dan hanya memakan sayuran saja serta mengenakan pakaian yang sederhana. Mereka juga mempercayai adanya reinkarnasi. Semakin berjalannya waktu, mereka mempercayai jika kematian dengan cara bunuh diri secara perlahan atau yang biasa disebut denganendura, merupakan cara agar dosa mereka dihapuskan dan terbebas dari kehidupan di bumi yang dianggap mereka sebagai bentuk keterikatan setan. Endura dilakukan mereka dengan cara tidak bersentuhan dengan wanita serta berpuasa selama 3 hari secara total hingga kematian menjemput. Umumnya dilakukan oleh jemaat mereka yang sedang mengalami sakit parah atau sekarat. Sekte ini dianggap sesat oleh gereja Katholik pada tahun 1215, sehingga menyebabkan kelompok ini diburu dan hanya membentuk kelompok-kelompok kecil yang masih bertahan hingga abad ke-16.
Levitov berpendapat jika Manuskrip Voynich tidak secara gamblang menunjukkan hubungannya dengan Katarisme. Namun menurutnya terdapat beberapa hal di dalam buku tersebut yang mengarah kepada tradisi Katarisme, termasuk banyaknya ilustrasi bintang dan praktik endura yang tergambar di ilustrasi-ilustrasi Manuskrip Voynich.
Levitov boleh saja berteori. Namun beberapa fakta sejarah menunjukkan jika hasil kajian Levitov sangat tidak sesuai dengan sejarah kaum Katari. Selain itu juga tidak ditemukan adanya hubungan antara Katarisme dan Isis.
Pada tahun 2006, Briton Nick Pelling mengungkapkan jika kemungkinan besar Manuskrip Voynich ditulis oleh seorang arsitek abad ke-15 yang bernama Antonio Averlino. Ia menduga jika Averlino kabur ke Konstantinopel (Istanbul) sekitar tahun 1465, setelah sebelumnya mencatatkan beberapa ilmu pengetahuannya dengan menggunakan bahasa sandi ke dalam sebuah buku yang sekarang dikenal sebagai Manuskrip Voynich. Pelling juga mengemukakan beberapa metode yang kemungkinan digunakan di dalam proses enskripsi teks Manuskrip Voynich, namun ia tidak memberikan pemecahannya.
Pelling berpendapat jika Manuskrip Voynich merupakan karya Averlino yang hilang. Ia juga menemukan beberapa hal di dalam ilustrasi dan teks Manuskrip Voynich yang secara tidak langsung berkaitan dengan Italia di masa ketika Averlino hidup. Selain itu berdasarkan catatan sejarah, Averlino sering menggunakan bahasa sandi, terutama sandi transposisi (pemindahan posisi huruf di dalam suatu kata).
Jika dilihat dari segi waktu, teori Pelling sangat sesuai dengan hasil tes penanggalan karbon. Namun sayangnya, analisis ini juga merupakan spekulasi saja.
H. Richard Santa Coloma berspekulasi jika Manuskrip Voynich mungkin saja berhubungan dengan seorang penemu asal Belanda, Cornelis Drebbel. Awalnya, ia menduga bahwa Manuskrip Voynich merupakan catatan rahasia Drebbel di dalam hal mikroskopi dan alkimia. Namun belakangan ia mencetuskan teori bahwa Manuskrip Voynich merupakan sebuah fiksi yang berkaitan dengan novel utopia karangan Francis Bacon yang berjudul "New Atlantis", dimana pada novel tersebut muncul beberapa penemuan dan ide-ide Drebbel seperti kapal selam dan jam abadi (perpetual clock).
Pada tahun 2013, Diego Amancino dan beberapa ahli berpendapat bahwa sebagian besar teks Manuskrip Voynich sangat cocok dengan ciri bahasa alami dan tidak menunjukkan adanya kemungkinan dibuat dengan asal-asalan(teks acak).
Ahli bahasa Jacques Guy pernah menduga bahwa teks Manuskrip Voynich menggunakan bahasa yang tidak terlalu dikenal, yang ditulis dengan karakter-karakter yang diciptakan sendiri. Struktur katanya mirip dengan banyak famili bahasa dari Asia Timur dan Tengah, terutama Sino-Tibetan(Tiongkok, Tibet dan Burmese), Austroasiatik(Vietnam, Khmer, dll.) serta kemungkinan bahasa Tai(Thailand, Laos, dll.). Bahasa-bahasa tersebut umumnya hanya memiliki satu suku kata yang memiliki struktur yang istimewa, salah satunya adalah pola tonal (irama). Secara umum, bahasa-bahasa tersebut memiliki karakter huruf tersendiri yang sukar untuk dipelajari oleh orang barat. Kesulitan ini memotivasi penciptaan karakter baru yang sebagian besar ditulis dengan huruf latin, diselingi dengan adanya karakter ciptaan itu. Teori ini cukup masuk akal jika ditinjau dari bagian teks Manuskrip Voynich yang seringkali memiliki pola serupa. Jika dilihat dari catatan sejarah, hal seperti itu mungkin saja dilakukan oleh para penjelajah dan misionaris, yang waktunya justru belakangan setelah perkiraan masa Manuskrip Voynich dibuat. Bahkan kemungkinan di rentang waktu sebelum ekspedisi Marco Polo di abad ke-13 atau mungkin juga setelah pelayaran Vasco da Gama ke Timur pada tahun 1499.
Teori ini konsisten dengan beberapa hal yang terdapat pada Manuskrip Voynich, termasuk adanya satu kata yang ditulis berurutan atau diulang sebanyak dua hingga tiga kali di dalam satu kalimat. Umumnya, jika dilihat dari teks bahasa Tiongkok dan Vietnam, hal serupa sering terjadi. Pada bahasa Mandarin saja contohnya, kata "ma" memiliki beberapa arti berbeda, tergantung irama pengucapannya. Sebagai informasi saja, bahasa Mandarin memiliki lima jenis irama pengucapan berbeda. Memang, masing-masing kata "ma" memiliki arti berbeda yang dapat dibedakan dengan mudah apabila dilihat dari karakter asli ataupun irama pengucapannya. Namun apabila ditulis dengan cara membacanya di dalam karakter latin, maka akan dijumpai kata "ma" saja, apalagi jika tanda aksen (irama) dan tanda baca tidak terdapat di dalam karakter itu. Perlu diingat pula bahwa pada teks manuskrip Voynich tidak ditemukan adanya tanda baca yang jelas. Kita ambil contoh sebuah kalimat Mandarin "ma1 ma5 ma4 ma3 ma5 ?" Setiap angka masing-masing mewakili nada aksen yang berbeda jika diucapkan. Jika melihat dengan tulisan karakter aslinya atau pinyinnya seperti itu, maka kita akan tahu arti kalimat tersebut ialah: "Apakah ibu memaki kuda?" Itulah pentingnya irama di dalam bahasa Mandarin. Namun jika tanda aksen dan tanda bacanya kita hilangkan, dengan masih menggunakan karakter latin, maka kita akan dapatkan "ma ma ma ma ma". Hal seperti inilah yang sering dijumpai pada teks Manuskrip Voynich.
Jika dilihat dari konsep tersebut, maka gaya tulisan Manuskrip Voynich yang agak ganjil mampu dijelaskan, termasuk jarang atau hampir tidak dapat ditemukannya sistem numeral dan sintaksis barat (seperti kata sandang maupun kata kerja penghubung). Simbol merah besar yang ada di halaman pertama Manuskrip Voynich juga mirip dengan gaya penulisan judul buku ala Tiongkok. Begitupun pembagian hari dalam satu tahun pada bagian astrologi manuskrip tersebut yang hanya memiliki 360 hari dan dimulai dari zodiak Pisces (sekitar akhir bulan Februari hingga awal bulan Maret). Hal tersebut mirip dengan sistem kalender agrikultur Tiongkok (Jie Qi). Akan tetapi permasalahan utama dari teori ini ialah fakta bahwa tidak ada satupun simbol-simbol Asia yang nyata maupun sains Asia yang terdapat di ilustrasi Manuskrip Voynich. Bahkan para pelajar dari Chinese Academy of Science di Beijing pun tidak dapat menemukannya.
Pada tahun 1976, James R. Child dari NSA(National Security Agency), seorang ahli bahasa Indo-Eropa, menduga bahwa manuskrip tersebut ditulis dengan bahasa yang berdialek Jerman Utara yang tidak dikenal hingga sekarang. Ia menemukan beberapa unsur kerangka kalimat yang mengingatkan akan beberapa jenis bahasa di daerah Jerman tertentu. Menurutnya konten Manuskrip Voynich sendiri diekspresikan menggunakan hal yang tidak jelas.
Pada akhir tahun 2013, Zbigniew Banasik dari Polandia menduga jika teks Manuskrip Voynich ditulis dengan bahasa Manchu. Ia juga memberikan hasil terjemahan dan hipotesisnya mengenai halaman pertama manuskrip ini secara sedikit demi sedikit.
Lagi-lagi terlihat bahwa hasil dugaan para ahli bahasa yang berbeda satu sama lainnya justru mengaburkan asal-usul Manuskrip Voynich itu sendiri.
Pada Februari tahun 2014, Profesor Stephen Bax dari University of Bedfordshire, mengaku bahwa ia telah mempelajari Manuskrip Voynich selama dua tahun. Ia mempublikasikan hasil risetnya ke dalam sebuah karya ilmiah yang telah diterbitkan di Journal of The American Botanical Council. Di dalam karya ilmiahnya tersebut, ia menjelaskan bahwa ia lebih memilih untuk menggunakan metode "bottom up" sebagai pendekatan yang dirasanya cocok untuk meneliti Manuskrip Voynich. Di dalam metode tersebut, ia mencoba untuk mengidentifikasi teks dengan menghubungkannya pada ilustrasi yang relevan, di dalam konteks bahasa lain dalam periode masa yang sama. Pendekatan ini merupakan metode yang digunakan dalam mengungkap abjad hieroglif Mesir Kuno serta beberapa naskah lainnya.
Sebagai langkah awal metode ini, Bax mulai membaca beberapa naskah herbal abad pertengahan yang berbahasa Arab dan beberapa bahasa lainnya. Kemudian ia mulai menerapkannya pada Manuskrip Voynich. Sebagai hasilnya, Bax mengatakan jika ia bisa memilih kata yang tepat bagi kata Taurus di samping sebuah gambar dari tujuh bintang yang terlihat seperti rasi bintang Pleaiades, gugus bintang di rasi Taurus. Selain itu, ia juga mengaku telah berhasil menemukan sekitar 10 kemungkinan kata yang sesuai di dalam teks Manuskrip Voynich.
Menurut Profesor Bax, Manuskrip Voynich bukanlah suatu tipuan. Ia menduga bahwa manuskrip tersebut merupakan sebuah risalah alam dan kemungkinan ditulis menggunakan bahasa Timur Dekat ataupun Asia. Ia memposting hasil penelitiannya di internet yang mengulas mengenai terjemahan tentatif dari 14 karakter dan 10 kata. Bax juga mendorong para peneliti lainnya untuk mencoba metode yang sama di dalam menerjemahkan Manuskrip Voynich.
Saya pernah mengunjungi website milik Profesor Bax, dan memang benar sepertinya website tersebut khusus mengulas mengenai Manuskrip Voynich. Bahkan pada kolom komentarnya pun dijadikan wadah untuk saling bertukar informasi dan memberi masukan mengenai dugaan para pengunjung yang berkaitan dengan Manuskrip Voynich kepada Profesor Bax. Saya melihat beberapa nama yang mendominasi komentar, dan mereka menggagas beberapa hal yang terlihat berbobot. Ternyata nama-nama itu pun sering berkontribusi untuk menulis beberapa artikel mengenai Manuskrip Voynich di website tersebut. Kemungkinan besar mereka ini adalah para ahli yang merasa tertarik untuk mengikuti ajakan Bax untuk menggunakan metode yang sama. Sejauh ini saya melihat ada beberapa hal menarik yang mereka temukan. Namun sayangnya, hingga sekarang belum ada catatan resmi mengenai terungkapnya rahasia di balik buku paling misterius di dunia itu.
Di tahun 2014, Dr. Arthur O. Tucker dari Universitas Delaware, bersama dengan Rexford H. Talbert mengklaim telah mampu mengidentifikasi 37 jenis tumbuhan, 6 hewan dan 1 mineral yang mirip dengan gambar-gambar tumbuhan di Libellus de Medicinalibus Indorum Herbis (atau manuskrip Badianus), sebuah kitab herbal bangsa Aztec dari abad ke-16. Selain itu karena ditemukan adanya kandungan atacamite pada cat lukisan Manuskrip Voynich, maka mereka meyakini jika tumbuhan-tumbuhan yang terdapat di manuskrip tersebut berasal dari sekitar wilayah Amerika Tengah, tepatnya setelah masa pendudukan Spanyol baru (Nueva España) yang terjadi pada tahun 1519-1521.
Dugaan Tucker dan Talbert tentu sangat berbeda jauh dengan perkiraan para ahli lainnya yang kebanyakan menyimpulkan bahwa Manuskrip Voynich berasal dari Eropa. Mereka meyakini jika manuskrip tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa langka suku Aztec, yaitu Nahuatl. Menurut mereka, kaligrafi Manuskrip Voynich mirip dengan tulisan yang ada pada teks Codex Osuna yang berasal dari Meksiko di abad ke-16.
Dengan melihat dan membandingkan gambar tumbuhan di Manuskrip Voynich dan Codex Badianus, maka mereka menyimpulkan jika Manuskrip Voynich ditulis di dalam rentang waktu antara tahun 1521-1576. Kedua peneliti tersebut sangat meyakini bahwa ilustrasi tumbuhan yang terdapat di halaman f1r Manuskrip Voynich merupakan tumbuhan Xiuhamoli/Xiuhamolli (soap plant) yang terdapat di halaman f9r Codex Badianus.
Selain Xiuhamoli, kedua peneliti tersebut juga menemukan gambar kaktus Opuntia di dalam Manuskrip Voynich. Menurut mereka, setelah melalui proses transliterasi, maka akan didapatkan kata "Nashtli" sebagai nama bagi tumbuhan tersebut di dalam teks Manuskrip Voynich, dimana menurut mereka mirip dengan kata "Nochtil", yang merupakan bahasa Aztec untuk kaktus jenis itu.
Kedua peneliti ini juga membantah teori yang mengatakan jika Manuskrip Voynich hanyalah sebuah tipuan. Menurut Tucker, ada satu ilustrasi Manuskrip Voynich yang merujuk kepada tumbuhan Viola tricolor. Tumbuhan itu merupakan tumbuhan asli Amerika Utara. Sedangkan kerabat tumbuhan itu sendiri, yaitu Viola bicolor, justru ditemukan di Eropa setelah masa Wilfrid Voynich menemukan manuskrip tersebut, yaitu pada tahun 1912. "Jika ia merupakan sebuah tipuan, maka mereka (si penulis) benar-benar sangat ahli dan pastinya melibatkan bantuan dari seorang ahli botani kompeten, yang memiliki pengetahuan yang lebih maju di atas tahun 1912 di dalam beberapa hal yang krusial," kata Tucker menegaskan pendapatnya.
Analisis Tucker dan Talbert memang terdengar meyakinkan. Akan tetapi beberapa ahli justru menentang teori mereka itu. Salah satunya datang dari Briton Nick Pelling. Ia menyatakan jika kedua ahli tersebut telah mengabaikan beberapa fakta, diantaranya hasil tes radiokarbon dan beberapa ciri abad ke-15 yang terdapat di dalam Manuskrip Voynich.
Marcello Montemurro, seorang ahli teori fisika dari University of Manchester, Inggris, menerbitkan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa Manuskrip Voynich tidak nampak seperti suatu tipuan. Ia dan rekan-rekannya menggunakan metode komputerisasi statistik untuk menganalisis teksnya, dan menemukan bahwa strukturnya menyerupai ciri bahasa yang sesungguhnya.
Pada tahun 2004, Gerry Kennedy dan Rob Churchill mencetuskan analisis yang jauh berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Mereka menduga jika proses pembuatan Manuskrip Voynich berhubungan dengan glossolalia (atau bahasa lidah), dimana orang yang mengalaminya akan mengalami keadaan seperti trance dan akhirnya membuat suatu hal atau karya di luar kesadarannya. Kennedy dan Churchill meneliti hasil karya Hildergard von Bingen, seorang santa dari Jerman di abad ke-13. Ketika ia mengalami semacam migrain yang biasanya diikuti oleh keadaan seperti trance, maka ia mulai menggambar beberapa ilustrasi. Menurut Kennedy dan Churchill, beberapa ilustrasi karya Bingen memiliki kesamaan dengan ilustrasi yang sering muncul di Manuskrip Voynich, seperti gambar lautan bintang dan sosok wanita di bab Biologi/Balneologi.
Untuk teori Kennedy dan Churchill, para ahli memiliki pendapat yang berbeda. Kelemahan dari teori tersebut ialah ia tidak mungkin untuk dibuktikan secara visual dan tidak terlalu membantu untuk menerjemahkan isi teks Manuskrip Voynich. Bahkan Kennedy dan Churchill sendiri tidak terlalu ngotot dengan teori tersebut. Mereka hanya menganggapnya sebagai sebuah pendapat yang masuk akal. Pada babak puncak penelitian mereka, Kennedy juga mengatakan jika ia meyakini pula bahwa Manuskrip Voynich hanyalah sebuah tipuan. Churchill juga memiliki pendapat alternatif mengenai kemungkinan dari bahasa yang digunakan di dalam Manuskrip Voynich. Ia menduga bahwa kemungkinan bahasa Voynichese merupakan bahasa buatan yang sudah punah atau dilupakan, seperti yang telah dicetuskan oleh William Friedman sebelumnya(klik di sini untuk melihat teori Friedman secara lengkap). Ia juga mencetuskan kemungkinan lain yang menduga bahwa manuskrip tersebut hanya sekedar tipuan belaka. Namun ia berkesimpulan jika penyakit mental atau khayalan yang telah mempengaruhi si penulis di dalam membuat Manuskrip Voynich.
Pada tahun 2011, sebuah klaim yang sensasional datang dari seorang pengusaha asal Finlandia, Veikko Latvala, yang mengaku memiliki suatu kelebihan dibandingkan manusia kebanyakan. Menurutnya buku ini ditulis oleh seorang ilmuwan pada zaman dahulu mengenai obat yang berguna di zaman sekarang. Singkatnya, ia meyakini jika Manuskrip Voynich berisi suatu ramalan. Ia mengatakan jika bahasa yang digunakan untuk menulis manuskrip tersebut tidak akan dapat diartikan oleh orang biasa, sebab ia merupakan bahasa nabi. Ia memberikan hasil contoh terjemahannya pada tanaman 16152 (mungkin yang dimaksud Latvala adalah ilustrasi tumbuhan nomor 1006152 pada halaman f40r Manuskrip Voynich). Ia mengatakan jika tanaman bunga itu bernama "Heart of Fire" dan hanya tumbuh di wilayah yang panas dan kering. Menurutnya, tanaman berwarna hijau terang itu mampu dimanfaatkan sebagai obat. Minyak yang berasal dari putiknya mampu digunakan sebagai salep untuk menghaluskan kulit yang keriput. Selain itu Latvala juga menambahkan jika ia bersifat anti-inflamatik (antiradang) dan antibiotik, serta cocok bagi ginjal dan kepala.
Lebih jauh Latvala juga menjelaskan mengenai bahasa Voynichese yang menurutnya suku kata vokalnya berasal dari perpaduan bahasa Spanyol dan Italia yang dicampur dengan bahasa yang digunakan oleh si penulis sendiri. Bahasa si penulis menurutnya merupakan dialek Babilonia langka yang hanya digunakan di sebuah daerah kecil di Asia.
Berbagai pendapat dan klaim yang telah saya tuliskan hanyalah sebagian kecil dari beberapa pemikiran yang dilontarkan para peneliti Manuskrip Voynich. Beragam teori para ahli yang berbeda membuktikan bahwa pemikiran manusia sangat sulit untuk dibatasi, terlebih atas pemikiran mengenai objek multitafsir semacam Manuskrip Voynich ini. Selama misterinya belum terpecahkan, maka semakin banyak pulalah teori-teori yang baru akan muncul. Untuk menutup postingan saya kali ini, saya akan memuat sebuah kutipan menarik dari Ray Clemens, seorang kurator di Perpustakaan Beinecke Universitas Yale, yang sambil bercanda mengatakan: "Yang menjadi bagian favorit saya ialah suatu pemikiran bahwa ia (manuskrip Voynich) merupakan buku harian milik alien remaja yang tertinggal di bumi."
(Referensi: dari berbagai sumber)
(Silahkan tinggalkan komentar Anda. Terimakasih telah mengunjungi blog saya.)
Belum ada tanggapan untuk "KLAIM DAN UPAYA MENYINGKAP MISTERI MANUSKRIP VOYNICH DARI MASA KE MASA"
Posting Komentar