Cari Blog Ini

MIMPI BURUK KETAKI CHESTER

Artikel ini merupakan petikan wawancara yang dilakukan pada tahun 2011 lalu oleh Kunda Dixit-- jurnalis Nepali Times, dengan Nyonya Ketaki Chester, salah satu saksi hidup tragedi pembantaian keluarga kerajaan Nepal.







Saat itu aku sedang berdiri di dekat pintu masuk ruangan biliar bersama dengan saudariku, Jayanti. Dipendra yang sedang mengenakan seragam militer lengkap baru saja masuk dengan membawa pistol di kedua tangannya. Biasanya ia akan mengamati keadaan di sekitarnya. Namun kali ini berbeda. Masih teringat jelas bagaimana matanya begitu fokus dan terlihat seperti berusaha untuk berkonsentrasi pada suatu hal. Melihat kehadirannya yang seperti itu, aku lantas berbisik kepada saudariku, "bukankah ia terlalu tua untuk memamerkan koleksian senjatanya itu?" Bahkan waktu itu Raja Birendra menyangka bahwa kehadiran anak sulungnya ke situ adalah untuk memamerkan senjatanya. Tapi tiba-tiba Dipendra menembakkan pistol yang ada di tangan kanannya. Pelurunya mengenai Raja Birendra dan melukainya. Sebelum jatuh ke lantai, Raja sempat berkata, "ke gareko?" Karena kesulitan untuk menarik senjata yang ada di sebelah kanannya karena kedua tangannya penuh, maka beberapa tembakan peluru menyasar mengenai langit-langit.


Kumar Gorakh dan Dr. Rajiv Shahi segera bergegas untuk membantu menghentikan pendarahan pada luka sang raja. Kami semua juga segera berlari ke arah Birendra. Pada saat itulah Dipendra datang untuk yang kedua kalinya. Pangeran Dhirendra segera mendekati keponakannya itu dan berkata : "Pugyo Babu, you've done enough." Karena mengira bahwa pamannya itu ingin mencoba melucuti senjatanya, maka Dipendra segera menembak Dhirendra. Menurutku saat itu Dipendra benar-benar berniat untuk menghilangkan nyawa paman kesayangannya itu. Dia lalu berbalik dan meninggalkan ruangan itu. Namun saat kembali untuk yang ketiga kalinya, baru saja ia melangkah masuk, senjatanya sudah memuntahkan peluru secara membabi buta ke seluruh arah di ruangan itu.



Setelah itu aku bersimpuh di sisi Dhirendra sambil mencoba untuk menghentikan pendarahan yang dialaminya. Kedua lengannya ada di atas dadanya. Ia sadar, namun tidak dapat menggerakkan badannya. Meskipun sedang sekarat, ia sempat menanyakan apakah aku juga terkena tembakan. Kemudian baru kusadari jika aku juga terluka ketika aku melihat ada darah yang menetes dari tubuhku. Ternyata serpihan dari daging lengan kiriku jatuh ke atas kemeja Dhirendra. Dua buah peluru juga mengoyak bahu kananku. Namun karena saking terkejutnya atas kejadian yang baru saja terjadi, aku sampai-sampai tidak merasakan rasa sakit sama sekali. Peluru berterbangan ke mana-mana selama kurang lebih lima menit. Namun rasanya seperti berlangsung sangat lama. Saudariku terbaring sekarat. Ratu Komal tertembak di bagian dada. Sitashma juga masih mengingat bagaimana suara desingan peluru memenuhi pendengarannya. Sungguh suatu mukjizat karena banyak dari antara orang-orang yang ada di sana masih dapat bertahan hidup dari tragedi tersebut. Ketika tembakan baru saja dimulai, Pangeran Paras sedang berada di salah satu sudut ruangan dan segera bergegas melindungi para sepupu dan beberapa kerabatnya di balik sebuah sofa. Ketika Dipendra melihat ke arah Paras, Paras langsung mengatakan, "Dai malai nahani baksyos �" Dipendra menurunkan pistolnya dan membiarkan sepupunya itu pergi.


Shruti dalam keadaan tidak sadarkan diri. Karena para dokter di rumah sakit tidak segera mengambil tindakan untuk membuka bajunya dan mencari letak perlukaannya, walaupun tekanan darahnya semakin menurun, maka nyawanya tidak dapat diselamatkan. Dia meninggal akibat pendarahan.



Setelah puas menembak, Dipendra berjalan menuju ke kamarnya. Ibunya-- Ratu Aiswarya, dan adiknya-- Nirajan, segera mengejarnya. Mungkin Dipendra melihat mereka dari atas tangga di dekat kamarnya, namun karena keadaan yang gelap, ia salah mengira Nirajan sebagai seorang ajudan dan segera menembaknya. Seseorang yang pada saat itu posisinya sedang berada di dekat ratu mendengar bahwa ratu Aiswarya berteriak : " Ayah dan adikmu telah kau bunuh. Sekarang lenyapkan saja aku! Han, han!" Ia lalu membunuh ibunya dan menghabisi dirinya sendiri. Dan itu semua berakhir.



Hal yang paling kuingat dan paling menghantui perasaanku ialah saat ketika Dipendra menendang jasad ayahnya setelah ia menembaknya. Hal tersebut sangat mengerikan. Lebih mengerikan daripada penembakan itu sendiri. Budaya kami tidak pernah membenarkan Anda untuk berlaku seperti itu pada orang yang telah meninggal.



Ketaki Chester



Aku baru bisa menyimpulkan sekarang kalau niat awal Dipendra hanya ingin membunuh ayahnya saja. Jika ia melakukan itu, maka menurut hukum ia akan mewarisi takhta ayahnya. Setelah itu ia dapatkan, selanjutnya ia akan menutup mulut kami semua, sehingga tidak akan ada masalah baginya. Itu akan berhasil dan tak ada yang berani untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Hampir semua anggota keluarga kerajaan yang satu generasi denganku tewas karena tragedi itu. Yang banyak tersisa hanyalah generasi muda yang ada di bawah kami. Mereka (generasi muda) akan lebih mudah untuk dibungkam. Namun setelah berhasil membunuh pamannya, ia menyerang membabi buta.



Aku yakin kalau Dipendra tidaklah mabuk. Ia hanya berpura-pura mabuk. Memang kala itu jalannya terhuyung-huyung, tapi jelas sekali terlihat kalau dia hanya sedang berakting. Aku tidak terlalu mengenal Dipendra, namun kulihat ia agak cenderung ekstrim. Ia sangat berbakat dan bertalenta. Banyak hal yang telah ia pelajari di dalam masa hidupnya yang singkat. Itu wajar saja karena sejak kecil ia sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang raja. Ia mampu menjalin hubungan yang sangat baik dengan masyarakat.



Itu semua telah direncanakan dengan sangat matang. Ia ingin semuanya hadir di sana pada malam itu, itulah sebabnya ia mengundang sendiri mereka secara pribadi. Ia ingin agar semuanya mampu menyaksikan dirinya menghabisi sang ayah dengan kejam. Ia pikir ia akan dapat memerintah dengan semena-mena sebagai seorang raja yang berkuasa. Sudah merupakan sifat aslinya bahwa ia sangat ingin diperhatikan oleh orang lain.



Kathmandu merupakan tempat yang dipenuhi oleh rumor. Sebagian besarnya ialah rumor bahwa Devyani mendesak kepastian masa depan hubungannya dengan Dipendra. Memang ia memiliki sifat sebagai seorang wanita terhormat. Namun ia bukanlah gadis yang akan memaksakan kehendak seperti itu. Akan tetapi Dipendra berada di bawah tekanan hidup, yang merupakan kombinasi dari permasalahan cintanya dan hal-hal lain yang mendorongnya untuk melakukan hal itu. Dan ia mengambil jalan keluar seperti itu, yang menyebabkan negara ini juga berakhir seperti dirinya.



Pangeran Gyanendra pada saat itu sedang berada di Pokhara. Mereka bermaksud untuk menjemputnya dengan menggunakan helikopter, namun cuaca yang buruk tidak memungkinkan helikopter tersebut untuk terbang. Pasukan tentara dikirimkan melalui jalan darat untuk menjemputnya ke Kathmandu. Para tentara itu tidak diperbolehkan untuk memberitahukan apa pun kepada Gyanendra pada saat itu. Itulah sebabnya ketika para tentara tiba di Pokhara, Gyanendra menyangka bahwa para tentara itu menahannya karena telah terjadi kudeta militer.



Aku yakin bahwa Pangeran Gyanendra akan datang ke pesta itu jika Dipendra memaksanya. Tapi jika itu terjadi, mungkin saja nasibnya akan naas seperti yang lainnya. Ia dan putranya-- Paras, seringkali tidak dilibatkan dalam acara seperti itu. Aku berharap agar orang-orang tidak pernah menyalahkan mereka lagi. Apa yang terjadi pada malam itu adalah awal dari keruntuhan monarki, yang juga diikuti oleh hal-hal lain yang turut mempengaruhi kehancurannya.



Aku pikir apabila seandainya saja Raja Mahendra masih hidup selama 10 tahun lagi, maka fondasi Nepal akan sangat kuat.
Ia merupakan seorang nasionalis sejati. Dan Raja Birendra merupakan seorang raja yang percaya bahwa rakyatnya akan mampu melakukan apapun apabila diberikan kesempatan. Beliau tidak merasa nyaman mengemban kekuasaan absolut. Ia lebih senang dengan konsep konstitusionalnya. Ia sangat optimis dengan masa depan Nepal. Anda akan merasakan bahwa dapat berbicara dengannya adalah suatu anugerah.







Penyesalan terbesarku yang masih kurasakan hingga saat ini ialah bahwa pada malam itu tidak ada satupun dari antara kami yang langsung menghentikan Dipendra. Aku sangat mengutuk diriku atas hal itu, karena seandainya saja jika kami berbuat seperti itu, maka tidak akan jatuh korban seperti yang telah terjadi sekarang. Namun jika Anda bertanya mengenai siapa sosok yang menanggung tanggung jawab yang amat besar dari kejadian tersebut dan mampu menyelamatkan keluarga kerajaan dan juga monarki Nepal, ialah Perdana Menteri Girija Prasad Koirala. Aku masih ingat perdana menteri yang datang ke rumah sakit Chhauni sehari setelah tragedi itu. Perdana menteri duduk lesehan di samping Ibu Suri Ratna dan bertanya padanya, "Sarkar, apa yang harus aku katakan kepada rakyat?" Lalu ibu suri menjawab: "Ini bukanlah sesuatu yang harus Anda sembunyikan dari rakyat. Mungkin hal ini akan mempermalukan keluarga kita, namun kita masih bisa menanggungnya. Apabila fakta sebenarnya disembunyikan dari masyarakat, maka hal itu justru akan melukai bangsa ini." Namun dengan adanya media blackout serta beberapa konferensi pers konyol yang diadakan oleh juru bicara Ranabhat, kebenaran yang ada jadi tertutup dan beberapa teori konspirasi menyebar.



Seandainya saja perdana menteri mau mengikuti saran ibu suri, maka mungkin saja akan terjadi banyak perubahan bagi negara ini. Pernyataan yang dikeluarkan pihak istana kepada media internasional mengenai tragedi tersebut yang hanya merupakan sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh senjata otomatis tentunya tidak membantu sama sekali. Itu justru hanya akan membuat kita tampak konyol di mata dunia. Diangkatnya Dipendra menjadi raja juga adalah sebuah kesalahan. Bagaimana bisa seseorang yang tidak sadarkan diri dapat dinobatkan menjadi raja. Harus ada pembenahan di dalam undang-undang yang menyangkut ahli waris kerajaan untuk mencegah terjadinya hal seperti ini.



Aku dibawa ke rumah sakit bersama dengan yang lainnya. Mereka memberikanku obat penenang. Ketika berada di ruangan ICU, aku bermimpi bahwa seluruh anggota keluarga kerajaan berada di dalam sebuah ruangan. Mereka kembali berkumpul dan saling berbicara dan tersenyum, sementara Dipendra berada di luar ruangan. Lengan kananku tidak dapat pulih sepenuhnya. Aku tidak dapat mengangkatnya lebih dari separuh. Namun yang jauh lebih sakit daripada luka fisik yang kualami adalah ingatan mengenai kejadian malam itu. Mengenai kematian saudariku dan yang lainnya. Ini merupakan fakta sebenarnya yang tersembunyi, dan 10 tahun terakhir menjadi masa-masa yang sangat berat untuk kulalui.



( Diterjemahkan dari : Nepalitimes.com )


Baca Juga :


1) Gyanendra dan Isu Kudeta

2) Tragedi Asmara Putra Mahkota Nepal

3)Misteri Tragedi Berdarah yang Meruntuhkan Kerajaan Nepal

4) Akhirnya Pangeran Paras Angkat Bicara Mengenai Tragedi 1 Juni 2001

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "MIMPI BURUK KETAKI CHESTER"

Posting Komentar