Cari Blog Ini

AKHIRNYA PANGERAN PARAS ANGKAT BICARA MENGENAI TRAGEDI 1 JUNI 2001

(Artikel ini masih berkaitan dengan tragedi pembantaian keluarga kerajaan Nepal.)


Diterjemahkan dari artikel yang berjudul "Ex-Prince Paras on Nepali Royal Massacre"(31 Maret 2009), yang ditulis oleh Clement Mesenas dan S. Murali, berdasarkan wawancara eksklusif yang dilakukan oleh "The New Paper "-- Sebuah media Singapura-- kepada Pangeran Paras.


Pangeran Paras


(Setelah delapan tahun kasus pembantaian keluarga kerajaan Nepal masih menjadi pembicaraan dan simpang siur, akhirnya Pangeran Paras Bikram Shah memilih untuk angkat bicara. Ia menuturkan kisah di balik tragedi tersebut kepada New Paper, sebuah media di Singapura. Wawancara eksklusif itu telah diterjemahkan dan diterbitkan ulang oleh beberapa media Nepal, termasuk surat kabar terlaris di Nepal, dan menjadi salah satu dari berita yang paling laris dan paling banyak dibaca di Nepal hingga saat ini.)



"Rakyat Nepal harus mengetahui kebenarannya," ujar Pangeran Paras delapan tahun pasca tragedi yang menewaskan sepuluh anggota keluarganya tersebut. Mimpi buruknya mengenai tragedi tersebut baru berhenti setelah empat tahun peristiwa itu berlalu.


Namun yang tidak pernah berhenti ialah rumor buruk mengenai keterlibatannya di dalam tragedi tersebut. Putra mahkota Nepal itu sekarang berujar bahwa itu semua cukuplah sudah.



Sekarang ia ingin memulihkan nama baiknya. Untuk menanggapi sebuah kabar baru-baru ini yang menyebutkan bahwa pemerintah Nepal ingin membuka kembali kasus tersebut, maka Paras memutuskan untuk buka suara kepada seorang jurnalis senior media Singapura.



TIGA ALASAN DI BALIK TRAGEDI 1 JUNI 2001


Selama ini alasan yang paling sering didengar yang melatarbelakangi tragedi ini ialah mengenai hubungan asmara terlarang sang putra mahkota Nepal, Dipendra Bir Bikram Shah, yang menyebabkan dirinya mengamuk membabi buta.



Namun sepupu Dipendra, yang juga merupakan putra mahkota terakhir kerajaan Himalaya itu mengatakan jika apa yang ada di balik tragedi tersebut lebih daripada sekedar tragedi romansa semata.



Untuk yang pertama kalinya semenjak terjadinya kejadian berdarah tersebut pada tahun 2001, pangeran Paras Bikram Shah (37) mengungkapkan bahwa ada beberapa rangkaian alasan yang mendorong Dipendra melakukan pembunuhan itu. Namun yang menjadi pemicunya adalah penolakan bisnis penjualan senjata senilai jutaan dollar, yang merupakan parasut emas bagi Pangeran Dipendra apabila sewaktu-waktu keadaan di dalam istana ada di luar kendali.



Sekarang, dengan mengambil tempat di Singapura, Pangeran Paras mengungkapkan gambaran intrik-intrik yang terjadi di dalam istana dalam sebuah wawancara eksklusif.



Dia memiliki alasan untuk buka suara. Dia ingin mengungkapkan kepada dunia bagaimana sebuah bisnis penjualan senjata mampu menghancurkan sebuah kerajaan tua di dalam waktu yang singkat.



"Tentara Nepal kala itu sedang mencari senjata baru untuk menggantikan senjata SLR Belgia. Dipendra lebih memilih senapan serbu Jerman Heckler & Koch G36 ketimbang senjata Colt M16 yang sedang diuji coba pada saat itu," ujar Pangeran Paras yang memiliki hubungan yang dekat dengan generasi muda keluarga kerajaan. "Namun ayahnya-- Yang Mulia Baginda Raja, tidak setuju dengan itu. Aku tahu kalau mereka berselisih paham mengenai hal itu. Dipendra merasa frustrasi. Dia tidak senang. Itu yang diceritakannya padaku," kata Pangeran Paras.



Sebagaimana diulas di dalam Frontline-- sebuah majalah India, sang putra mahkota dikenal sebagai penggemar senjata yang seringkali mengetes senjata-senjata yang akan dibeli oleh tentara kerajaan.






50.000 Pucuk Senjata

pangeran paras 2




Tentara kerajaan telah memilih senapan serbu Jerman sebagai pilihan utama mereka. Mereka memesan sebanyak 50.000 pucuk senapan. Pangeran Paras mengatakan bahwa para penasihat sepupunya yang menangani kesepakatan itu, sehingga bisnis tersebut akan mampu mendatangkan keuntungan dalam jumlah besar bagi Pangeran Dipendra.



"Bagiku hal tersebut merupakan pemicu yang sesungguhnya. Senapan tersebut mungkin akan dipesan sebanyak 50.000 pucuk, dimana harga satu pucuk senapannya berkisar pada angka US$300 ($454), sehingga total keseluruhannya adalah sekitar US$15 juta."



Lantas mengapa Pangeran Dipendra membutuhkan uang tersebut? Bukankah penghasilan bersih keluarga kerajaan ditaksir lebih dari US$200 juta?



"Ya, namun kurasa ia telah membuat rencana bagi sebuah kemungkinan jika suatu saat keadaan ada di luar kendalinya, sehingga memaksanya untuk pergi ke luar negeri. Sepertinya ini merupakan rencana cadangannya."


Rencana yang pada akhirnya dibayar dengan nyawanya sendiri ketika ia memutuskan untuk bunuh diri setelah kejadian pembantaian tersebut. Namun apa yang menyebabkan sang putra mahkota merencanakan sebuah skema berdarah?



Pangeran Paras mengatakan jika istana merupakan sebuah tempat yang sarat akan konflik kepentingan. "Dipendra punya alasannya sendiri (untuk membunuh raja)," ujar Pangeran Paras yang pindah ke Singapura sejak bulan Juli lalu, setelah pemerintah Nepal memutuskan untuk membubarkan monarki.


Setelah lama bungkam atas salah satu kasus berdarah yang bersejarah itu, Pangeran Paras pada akhirnya mengungkapkan kepada The New Paper bahwa Pangeran Dipendra memiliki tiga alasan untuk menghabisi ayahnya sendiri.



Menurut Pangeran Paras, alasan pertamanya sudah bisa dilihat dengan jelas oleh siapapun.



Pada tanggal 9 November 1990, Raja Birendra mengumumkan konstitusi baru yang menandai akhir dari 30 tahun masa monarki absolut, yang mana sistem ini dulunya yang menyebabkan istana memiliki wewenang penuh untuk mendominasi setiap aspek kehidupan politik.



"Dipendra tak lagi sama setelah pada tahun 1990, ayahnya menceritakan padanya mengenai rencananya untuk menghapuskan (sistem) monarki (absolut). Ia tak menyetujuinya sebab ia ingin memerintah negara kelak. Sejak itulah kurasa ia mulai menentukan langkah selanjutnya."



Pangeran Paras tumbuh bersama Pangeran Dipendra, mengingat perbedaan usia mereka yang hanya terpaut enam bulan.


Alasan kedua ialah cintanya pada Devyani Rana. Keluarga kerajaan tidak merestui hubungan keduanya, sebab Devyani berasal dari keluarga yang merupakan rival dari keluarga kerajaan.



Dipendra Tidak Mabuk



Pangeran Paras membantah kabar yang menyebutkan bahwa sepupunya melakukan pembantaian itu di dalam kondisi mabuk berat akibat mengonsumsi alkohol pada malam itu.



"Dia pernah berbicara kepada kami (generasi muda keluarga kerajaan Nepal) mengenai hal ini setahun sebelum tragedi itu terjadi," ungkap Pangeran Paras.
"Aku ingat dengan jelas. Hari itu merupakan hari ulang tahunnya (tahun 2000), dan dia berkata bahwa dia akan meruntuhkan "Menara Gading". Namun kami tidak menganggapnya serius pada saat itu. Bagaimana mungkin kami bisa percaya? Yang sedang berbicara itu adalah seorang putra mahkota. Kelak ia akan menjadi raja kami. Siapa yang dapat menyangka bahwa ia ingin membunuh ayahnya sendiri?"



Namun Pangeran Paras mengatakan bahwa ia menangkap sesuatu yang ganjil mengenai malam berdarah itu, ketika ia mengunjungi rumah Pangeran Dipendra untuk menghadiri pesta malam Jumat yang biasa digelar.


"Sepupu yang lain beserta saya bermaksud untuk meminta izin tidak menghadiri pesta, karena kami ingin pergi ke tempat lain. Biasanya ia akan setuju saja, namun kala itu ia melarang kami. Ia ingin kami semua hadir di sana."



Dan ketika ia hadir di sana, Pangeran Paras memperhatikan tingkah laku sepupunya yang aneh kala itu. Ia bertingkah layaknya seorang yang sedang mabuk, padahal jelas-jelas ia tidak mabuk.


"Aku mengenalnya dan aku tahu kapan saja ia menenggak minuman keras di dalam jumlah yang banyak. Ia mengatakan bahwa ia telah banyak minum semenjak siang harinya, namun sama sekali tidak tercium aroma alkohol darinya."



"Bagaimana bisa seperti itu? Jika ia telah mengonsumsi minuman keras, pastinya akan ada bau (alkohol) yang tercium. Namun sama sekali tidak ada bau (alkohol) yang tercium."



Ketika ayahanda Dipendra terlihat sedang di dalam perjalanan untuk masuk ke dalam ruangan itu, Pangeran Dipendra "roboh" ke lantai, sehingga membuat Pangeran Paras dan Pangeran Niranjan-- adik Dipendra, memapahnya untuk membantunya menuju ke kamarnya. Namun itu bukanlah terakhir kalinya mereka melihat Dipendra. Dengan sangat sadis Pangeran Dipendra kembali ke ruangan itu dan membunuh seluruh anggota keluarganya dengan brutal.
………………………………………………


Pangeran pembantai melesat masuk ke dalam ruangan dengan mengenakan seragam militer lengkap dan membawa empat senjata.




"AROMA DARAH TERBAKAR YANG MENGERIKAN" (Judul asli: "The smell of burnt blood was horrible")


(Sumber asal : The New Paper)


Di dalam harian The New Paper edisi hari Minggu, mantan putra mahkota Nepal mengungkapkan kisah mengenai sepupunya yang telah membantai hampir seluruh anggota keluarga kerajaan pada tahun 2001. Kini ia menggambarkan pada kita mengenai apa yang telah terjadi pada malam itu.


Oleh: S Murali and Clement Mesenas. 31 Maret 2009



Malam itu merupakan saat dimana lonceng kematian dibunyikan bagi monarki Nepal di dalam berbagai cara.



Luncuran timah panas membuat nyawa sepuluh anggota keluarga kerajaan melayang. Korbannya termasuk Birendra, sang raja yang populer.



Pembantaian terjadi begitu brutal. Sebuah tembakan di kepala mengakhiri hidup sang raja, setelah sebelumnya ia terbaring tak berdaya dan bersimbah darah karena hantaman beberapa peluru.



Si penarik pelatuk senjata tersebut tidak lain tidak bukan adalah putra sang raja yang berusia 30 tahun, Dipendra.



Ia melepaskan tembakan dengan menggunakan tiga senjata-- dua diantaranya dengan menggunakan pistol otomatis, diikuti dengan sebuah senapan M16.



Pembantaian keluarga kerajaan terjadi pada tanggal 1 Juni 2001. Dalam jangka waktu dua bulan lagi, para korban yang selamat akan menandai kembali peringatan tragedi tersebut.


Delapan tahun pasca tragedi berdarah tersebut, putra mahkota terakhir Nepal-- Pangeran Paras Bikram Shah-- yang juga merupakan keponakan Raja Birendra, mulai memecah kesunyiannya.



Ia ingin membersihkan nama baiknya dari berbagai rumor buruk mengenai keterlibatannya di dalam tragedi tersebut, meski sebuah komisi menegaskan bahwa ia tidak terlibat.



Sebagai reaksi atas laporan baru-baru ini yang menyebutkan kemungkinan bahwa pemerintah Nepal akan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, Pangeran Paras, dengan mengambil tempat di Singapura, memutuskan untuk buka suara pada seorang jurnalis senior Singapura.



"Rakyat Nepal harus tahu kebenarannya," ujarnya. Pangeran Paras (37) berbicara secara eksklusif kepada The New Paper selama dua hari dalam dua minggu terakhir. Yang pertama di Raffles Town Club, kemudian di unit apartemennya di kondominium River Valley.



Dia masih menggigil ketakutan setiap kali mengingat kejadian di malam mengerikan itu.



"Itu adalah kekacauan besar.Yang terluka parah mengerang, darah berceceran di dinding dan lantai. Yang selamat, termasuk istriku, merintih saat mereka berjongkok, ada yang bersembunyi di balik sofa, saat peluru memantul ke mana-mana."



Selagi berbicara, wajah Pangeran Paras berkilau karena keringat. Jus jeruknya tidak tersentuh sama sekali selama wawancara yang berlangsung tiga jam itu.


Dengan begitu bersemangatnya untuk bercerita, pria yang biasa menghabiskan satu pak rokok dalam sehari itu tidak pernah berhenti untuk menyalakan satu batang rokok pun selama wawancara berlangsung.



"Empat tahun semenjak kejadian itu, aku tidak bisa tidur nyenyak. Sampai hari ini mimpi buruk seringkali datang untuk menghantuiku," ujarnya.



Setelah gejolak kejadian mengerikan itu, Pangeran Paras dan sejumlah saksi lainnya menceritakan apa yang mereka alami pada malam itu kepada sebuah komisi penyelidik.



Selama bertahun-tahun lamanya, Pangeran Paras seringkali memikirkan tentang apa yang sebenarnya telah terjadi pada malam itu. Namun baru sekarang ia mampu menghubungkan semuanya, meski hal tersebut hanya sebatas pemikirannya saja.


Tak ada yang aneh pada malam itu, sebagaimana para anggota keluarga kerajaan memang biasa berkumpul di ruangan biliar istana untuk merayakan sebuah pesta yang biasa diadakan di malam Jumat.



Tak ada satupun dari antara mereka menduga bahwa malam itu hidup mereka akan sangat berubah.



Pada pukul 8 malam, Pangeran Paras mengingat bahwa sudah ada tanda-tanda awal yang menunjukkan bahwa suatu masalah akan terjadi.



"Saya datang agak terlambat. Dipendra berjalan terhuyung-huyung sebagaimana biasanya apabila ia mabuk. Namun kali ini sama sekali tidak tercium bau alkohol. Sekitar satu jam atau setelahnya, ketika raja sedang memasuki ruangan itu, tubuh Dipendra langsung roboh.



"Jika diingat kembali, aku baru menyadari kalau dia hanya berpura-pura. Adiknya-- Niranjan, dan aku membawanya ke kamar tidurnya di lantai atas. Kami membaringkannya di ranjang dan mencoba untuk melepaskan pistol Glock dari sarungnya yang tergantung di pinggang kirinya agar ia merasa lebih nyaman. Namun tiba-tiba ia bangun dan meminta kami untuk keluar dan meninggalkannya sendiri. Lalu aku melihat bahwa senapan Colt M16 miliknya tergeletak di atas meja rias, di luar lemari tempat ia biasa disimpan. Aku tidak terlalu curiga pada saat itu, karena memang sudah biasa baginya untuk menyimpan enam atau tujuh senjata di dalam kamarnya. Aku lalu keluar dari kamar itu dan kembali untuk bergabung di dalam pesta."



Raja berbaur dengan para anggota keluarga kerajaan yang seusia dengannya. Pangeran Paras bersama dengan beberapa anggota keluarga kerajaan yang lebih muda di sebuah kamar kecil di ruangan tersebut, dimana mereka dapat merokok. Beberapa bagian dari tempat itu tidak terlalu terlihat dari posisi para anggota keluarga kerajaan yang lebih tua. Ketika raja mendekati bar di dekat tempat mereka merokok, para pemuda itu segera menaruh rokok mereka.


Lalu tragedi pun dimulai.


"Tiba-tiba Dipendra masuk ke ruangan itu. Ia telah mengganti pakaiannya dengan seragam loreng tentara. Sebuah senjata api ada di tangannya, dengan (senapan) M16 yang tersampir di bahunya. Pistol Glock miliknya tergantung di pinggangnya. Tembakan pertamanya menggunakan pistol sub-mesin Heckler & Koch MP5 mengarah ke langit-langit. Lalu selanjutnya ia menembak ayahnya. Tiga peluru mengenai Yang Mulia Raja. Dipendra kemudian keluar dari ruangan itu, mungkin untuk menjaga pintu masuk."



"Aku sangat terkejut melihat hal itu. Aku tak dapat bergerak, setidaknya selama 30 detik. Lalu aku menarik diriku (untuk menghindar). Adik perempuan raja kala itu segera merengkuh tubuh raja yang tergeletak dan menaruh kepala raja ke pangkuannya."



Pangeran Paras berhenti sejenak untuk mencoba mengingat-ingat urutan kejadiannya. Ia ingat bagaimana Pangeran Niranjan mengeluarkan pistolnya dan meletakkannya di samping raja. Hanya dialah satu-satunya orang yang membawa senjata dari antara semua orang yang ada di ruangan itu.


Niranjan Mengejar Kakaknya



Lalu Pangeran Niranjan keluar untuk mengejar kakaknya. Apakah Pangeran Niranjan memberikan pistolnya pada raja agar raja dapat melindungi dirinya? Ataukah ia melakukan itu karena ia ingin menghadapi kakaknya tanpa adanya pertumpahan darah lagi?



Pangeran Paras melanjutkan, " Dua atau tiga menit kemudian, terdengar suara tembakan. (Tubuh) Niranjan kemudian ditemukan dengan sebuah luka tembak pada punggungnya dan dua luka tembak pada kepalanya. Aku menduga bahwa ia telah ditembak oleh Dipendra karena dia menolak untuk mendukung Dipendra dalam upayanya merebut kekuasaan."



Kekerasan Masih Berlanjut



Dipendra kembali lagi. Kali ini dengan M16 di tangannya, sebut Pangeran Paras.



"Ia berjalan menuju ke arah ayahnya dan menembak kepalanya dari jarak dekat. Tak ada ekspresi apapun yang ditampakkan oleh wajahnya selagi ia menarik pelatuknya."



Setelah itu, Pangeran Paras mengatakan bahwa Dipendra "mengamuk".


Pangeran Paras mengatakan bahwa Dipendra lalu "mengamuk" setelah melakukan hal itu.


" Ia menembak siapa saja yang ada di dalam ruangan itu. Siapapun yang bergerak tidak akan luput darinya. Mungkin ia menembak sekitar 75 putaran. Ibuku terkena dua tembakan di bahunya, lalu rubuh ke lantai. Ada dua orang yang jatuh di atasnya menimpa tubuhnya. Mungkin itu yang menyebabkan nyawanya masih bisa diselamatkan. Satu peluru masih bersarang di paru-parunya hingga sekarang. Para dokter mengatakan bahwa terlalu berisiko untuk mengeluarkannya, karena ia ada di dekat jantung."



"Saudari raja-- Putri Shoba, yang sedang merengkuh raja di pangkuannya, menggunakan tangannya untuk melindungi dirinya. Ia kehilangan beberapa jari, dan terdapat bekas luka bakar pada wajahnya. Dia terjungkal, tapi dia tetap bertahan. Adik laki-laki raja kemudian menjadi korban selanjutnya."



Lantas ada di mana Pangeran Paras ketika itu semua terjadi?



" Kami bersembunyi dan tiarap di ruang kecil tempat kami berada, dan untungnya kami tidak sedang berada di wilayah garis tembak," ujarnya.



"Aku mendorong beberapa orang-- termasuk istriku, saudariku dan beberapa sepupuku, untuk berlindung di belakang sofa."



Lalu terdengar denting lonceng dari arah luar ruangan yang menarik perhatian Dipendra.
Ibunya bergegas melewatinya. suara lonceng berasal dari gelang kaki yang ia kenakan.



Menurut Pangeran Paras, bisa saja ibu Dipendra naik ke kamar Dipendra untuk mengambil sebuah senjata.




"Hal ini merupakan dugaanku mengenai apa yang terjadi selanjutnya: Dipendra menyusul ibunya di puncak tangga dan menembaknya. Darah mengalir membanjiri tangga seperti sebuah air terjun. Bahkan nodanya masih ada setelah tubuhnya dipindahkan."



Kesunyian setelah terjadinya penembakkan itu memekakan telinga. Lantai ruangan biliar licin karena dibanjiri oleh darah.



Pandangan Pangeran Paras menatap ke awang-awang sembari mencoba untuk mengingat rentetan kejadian dari peristiwa tersebut.


"Aromanya begitu mengerikan... aroma darah yang terbakar. Aroma yang timbul dari seseorang yang ditembak dari jarak yang sangat dekat. Tubuh-tubuh yang tak berdaya bergelimpangan di lantai. Orang-orang menangis ketakutan dan menjerit untuk meminta pertolongan."


Lantas, berada di manakah para pengawal istana pada saat itu? Apakah mereka tidak mendengar suara tembakan?


Ada kemungkinan mereka memang mendengarnya. Hanya saja mereka begitu takut untuk turut campur, atau mungkin saja mereka berpikir bahwa Dipendra sedang menembak untuk bersenang-senang dengan menembak pot-pot bunga ataupun kadal seperti yang biasa dilakukannya?


Terkadang ada masanya ketika Dipendra dan ayahnya akan menguji senjata di lingkungan istana sebelum mereka memutuskan untuk membeli senjata bagi militer kerajaan. Namun apapun alasannya, tetap saja mereka tidak berani untuk mengintervensi.


Kesunyian malam itu akhirnya terpecah oleh satu suara tembakan terakhir, yang diikuti oleh suara dengusan.


Pangeran Paras mengatakan bahwa ia mendengarkan suara dengusan dari arah sekitar kolam di taman. Suara dengusan yang sama kembali ia dengar dari Dipendra ketika ia sedang mengantarkannya menuju ke rumah sakit.


"Karena itulah aku yakin bahwa ia menembak dirinya sendiri di taman. Suara mendengus yang sama, menyerupai suara kucing yang mengerang di malam hari."



Dipendra ditemukan kemudian dengan sebuah luka tembak pada kepalanya.



Namun Pangeran Paras yang masih ada di dalam istana mengatakan jika prioritasnya kala itu ialah untuk membantu dan mengamankan para korban dan orang-orang yang ada di dalam istana.


"Aku menghubungi keamanan, yang kemudian bergegas membawa 14 orang yang terluka, termasuk raja dan ratu, ke rumah sakit. Mereka memecahkan sebuah pintu kaca untuk mengeluarkan orang-orang yang terluka."


Raja dan ratu telah meninggal.


"Aku membawa Dipendra dan lima orang lainnya ke rumah sakit dengan menggunakan sebuah mobil Landcruiser. Dia terus-terusan mengeluarkan suara dengusan itu ketika ia berbaring di dalam mobil."



Dipendra dapat bertahan hidup selma tiga hari. Dia sempat diangkat menjadi raja pada saat itu.



Ayah Pangeran Paras , Gyanendra, yang pada saat peristiwa itu terjadi sedang berada di Pokhara, dapat kembali ke ibu kota dua hari setelah kejadian penembakan itu. Cuaca buruk menyebabkannya tidak mampu kembali lebih awal.



Dia dinobatkan menjadi raja setelah Dipendra meninggal. Namun ia terpaksa harus menyerahkan takhtanya ketika sistem monarki resmi dihapuskan oleh pemerintah Maois bulan Mei lalu.



Istana itu sekarang telah beralih fungsi menjadi museum nasional. Ruang biliar yang merupakan tempat terjadinya peristiwa itu telah dibongkar. Seperti halnya monarki Nepal, sekarang ia hanyalah bagian dari masa lalu.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "AKHIRNYA PANGERAN PARAS ANGKAT BICARA MENGENAI TRAGEDI 1 JUNI 2001"

Posting Komentar