Pada bulan Desember tahun 1997, seorang bocah lelaki dan neneknya datang menemui Santa di The Mayfair Mall di Wisconsin. Anak itu naik ke pangkuan santa sambil memegang foto seorang gadis kecil.
"Siapa ini?" Tanya Santa sambil tersenyum. "Temanmu? Atau adikmu?"
"Ya, Santa." jawabnya.
"Adikku, Sarah, sedang sakit parah." Katanya sedih.
Santa melirik nenek yang sedang menunggu di dekatnya dan melihatnya mengusap matanya dengan tisu.
"Dia sangat ingin ikut denganku untuk dapat bertemu denganmu, Santa!" Seru anak itu.
“Dia merindukanmu.” Dia menambahkan dengan lembut.
Santa berusaha menjadi ceria dan memasang senyum di wajahnya, lalu ia menanyakan padanya apa yang diinginkannya untuk diberikan Santa sebagai hadiah Natal.
Ketika mereka selesai berkunjung, sang nenek datang untuk membantu anak turun itu dari pangkuan Santa. Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu kepada Santa, namun ia menahan diri untuk tidak melakukannya.
"Ada apa?" Santa bertanya dengan ramah.
"Yah, aku tahu ini adalah permintaan yang berlebihan untukmu, Santa, tapi ..." wanita tua itu mulai mengarahkan cucunya untuk pergi ke arah salah satu elf asisten Sinterklas untuk menerima hadiah kecil yang diberikan Santa kepada semua pengunjung cilik.
"Gadis di foto itu ... cucuku baik-baik saja, kau tahu ... dia menderita leukemia dan divonis masa hidupnya tidak akan bisa mencapai masa liburan (yang akan datang)." Katanya dengan mata berkaca-kaca.
"Santa, apakah ada cara apa pun yang memungkinkan Anda bisa datang menemui Sarah? Hanya itu yang dia minta, untuk Natal, adalah menemui Santa. ”
Santa mengerjap dan menelan ludah dan menyuruh wanita itu untuk meninggalkan informasi pada elf-nya mengenai di mana Sarah berada, dan dia memikirkan apa saja yang bisa dia lakukan. Santa hanya memikirkan hal-hal kecil lainnya sepanjang sore itu. Pada akhirnya dia tahu apa yang harus dia lakukan.
"Bagaimana jika keadaan itu dialami oleh anakku sendiri-- Terbaring di ranjang rumah sakit dan sekarat?" Dia berpikir dengan sedihnya, "Ini adalah hal yang paling bisa kulakukan."
Ketika Santa selesai mengunjungi semua anak-anak malam itu, ia mengambil data mengenai nama rumah sakit tempat Sarah dirawat. Dia bertanya kepada Rick, asisten manajer lokasi, mengenai bagaimana caranya menuju ke Children's Hospital.
"Kenapa?" Rick bertanya, dengan ekspresi bingung di wajahnya.
Santa menceritakan padanya percakapan dengan nenek Sarah sebelumnya hari itu.
"Itu normal. Aku akan mengantarmu ke sana." Rick berkata lembut. Rick lalu mengantarnya ke rumah sakit dan masuk ke sana bersama Santa. Mereka menemukan kamar tempat di mana Sarah dirawat. Rick yang pucat berkata bahwa dia akan menunggu di aula saja.
Santa diam-diam mengintip ke dalam ruangan melalui pintu yang setengah tertutup dan melihat Sarah kecil berbaring di atas tempat tidur.
Di dalam ruangan itu terdapat beberapa orang yang nampaknya adalah keluarganya. Ada nenek dan anak kecil yang ditemuinya hari itu. Seorang wanita yang dia duga adalah ibu Sarah berdiri di samping ranjang, dengan lembut sedang membelai rambut tipis Sarah di dahinya.
Dan seorang wanita lain yang ada di situ ialah bibi Sarah. Ia duduk di kursi dekat ranjang. Ekspresi sedih tergambar di wajahnya. Mereka berbicara pelan. Santa dapat merasakan kehangatan dan kedekatan keluarga, serta cinta dan kepedulian mereka pada Sarah.
Sambil mengambil napas dalam-dalam, dan memaksakan senyum di wajahnya, Santa memasuki ruangan sembari bersuara, "Ho, ho, ho!"
"Santa!" Pekik Sarah lemah, ketika dia mencoba untuk bangun dari tempat tidurnya untuk menghampirinya.
Santa bergegas ke sisi Sarah dan memeluknya dengan hangat. Seorang anak yang usianya masih muda dari putranya sendiri -- yang berusia 9 tahun --menatapnya dengan heran dan gembira.
Kulitnya pucat dan rambutnya pendek hampir botak karena efek kemoterapi. Tapi yang dilihatnya ketika menatapnya hanyalah sepasang mata biru besar. Hatinya tersentuh dan dia harus berjuang untuk menahan air mata.
Meskipun matanya terpaku pada wajah Sarah, dia bisa mendengar desah dan isak tangis para wanita di ruangan itu.
Ketika dia dan Sarah mulai berbicara, keluarganya merayap perlahan ke samping tempat tidur satu per satu sambil meremas bahu atau tangan Santa sembari bersyukur dan berbisik : "Terima kasih". Mereka menatap tulus padanya dengan mata yang bersinar.
Santa dan Sarah berbicara mengenai banyak hal. Dengan riangnya ia mengungkapkan padanya apa saja mainan yang ia inginkan sebagai hadiah natal. Ia juga meyakinkan Santa bahwa selama setahun ini ia telah menjadi anak yang baik.
Ketika waktu kebersamaan mereka mulai terbatas karena beberapa hal, Santa merasa dibimbing dalam semangatnya untuk berdoa bagi Sarah, dan meminta izin kepada ibu gadis itu untuk melakukannya. Dia mengangguk setuju dan seluruh keluarga mengelilingi tempat tidur Sarah sambil berpegangan tangan dan ikut berdoa.
Santa memandang lekat kepada Sarah dan bertanya padanya apakah dia percaya pada malaikat, "Oh, ya, Santa. Aku tahu itu (malaikat)!" Seru gadis kecil itu.
“Baiklah, aku akan meminta agar malaikat menjagamu.” Kata Santa kepada gadis kecil itu.
Sambil meletakkan satu tangan di kepala anak itu, Santa memejamkan mata dan berdoa. Dia meminta agar Tuhan menjamah dan menyembuhkan Sarah kecil dari penyakitnya.
Di dalam doanya, ia juga meminta kepada Tuhan agar mengirimkan malaikat untuk melayani, mengawasi dan menjaganya. Dan ketika dia selesai berdoa, masih dengan mata tertutup, dia mulai bernyanyi, dengan lembut, “Malam Kudus, Sunyi Senyap. semuanya tenang, semua cerah ... "
Keluarga itu turut bernyanyi "Malam Kudus" sambil masih berpegangan tangan. Mereka tersenyum kepada Sarah dan menangis. Air mata harapan serta sukacita kali ini, di saat mata Sarah begitu berseri-seri menatap mereka.
Ketika lagu berakhir, Santa duduk di sisi tempat tidur lagi dan menggenggam tangan Sarah yang lemah dan kecil.
“Sekarang, Sarah,” katanya dengan nada memerintah, “Kamu memiliki pekerjaan yang harus dilakukan. Dan itu adalah cara untuk membantumu sembuh. Aku mau kamu bersenang-senang dan bermain dengan teman-temanmu di musim panas ini. Aku juga berharap untuk dapat menemuimu di rumahku di Mayfair Mall tahun depan! ”
Dia tahu sangat berisiko untuk meminta atau mengatakan hal tersebut kepada seorang gadis kecil yang menderita kanker stadium akhir. Tetapi dia merasa adalah kewajiban untuk melakukannya. Dia merasa "harus" melakukan hal tersebut. Dia harus memberinya hadiah terindah yang dia bisa berikan. Bukan boneka ataupun permainan atau mainan-- akan tetapi adalah HARAPAN.
"Ya, Santa!" Sarah berseru. Matanya cerah. Santa membungkuk dan mencium dahinya dan meninggalkan ruangan tersebut.
Di luar ruangan, begitu Santa dan Rick beradu pandang, mereka lalu menangis tanpa rasa malu.
Ibu dan nenek Sarah menyelinap keluar dari ruangan dengan cepat dan bergegas menghampiri Santa untuk mengucapkan terima kasih.
"Putra semata wayang saya seusia dengan Sarah." Ujarnya menjelaskan dengan tenang. "Ini saja hal terbaik yang bisa kulakukan."
Mereka mengangguk dengan pengertian dan memeluknya.
Satu tahun kemudian, Santa Mark kembali ke lokasi di Milwaukee untuk pekerjaan musiman selama enam minggu yang sangat ia sukai. Beberapa minggu berlalu dan kemudian suatu hari, seorang anak datang untuk duduk di pangkuannya.
"Hai, Santa! Masih ingat saya?!" Ujar anak itu.
"Tentu saja aku ingat." Ujar Santa. Ia selalu menjawab seperti itu sambil tersenyum. Itu adalah "rahasia" untuk menjadi santa yang baik (meskipun sebenarnya ingatannya mengenai anak-anak itu terbatas). Ia bertingkah seperti itu untuk membuat mereka bahagia.
"Kau datang menemuiku di rumah sakit tahun lalu!
Santa terpaku. Air mata mengaliri matanya, dan dia segera meraih keajaiban kecil itu dan merengkuhnya di dadanya.
"Sarah!" Serunya. Dia nyaris tidak mengenalinya karena rambutnya yang panjang dan halus serta pipinya yang memancarkan rona kemerahan yang segar. Jauh berbeda dari gadis kecil yang dia kunjungi setahun sebelumnya.
Dia menoleh dan melihat ibu dan nenek Sarah yang tersenyum dan melambai padanya sembari menyeka mata mereka.
Itu adalah Natal terbaik yang pernah ada untuk Santa Claus.
Dia telah menyaksikan sendiri dan diberkati untuk turut ambil bagian dalam mewujudkan keajaiban harapan ini. Anak kecil yang berharga ini disembuhkan. Bebas dari penyakit kanker yang pernah menggerogotinya. Hidup dalam keadaan sehat. Dia diam-diam memandang ke atas dan dengan rendah hati berbisik, “Terima kasih, Bapa Surgawi. Ini merupakan natal terindah!"
**Diceritakan oleh Susan Morton Leonard, istri Si Santa
Santa tersebut bernama Mark Leonard atau dipanggil juga Santa Mark.**
Belum ada tanggapan untuk "KEAJAIBAN DI HARI NATAL"
Posting Komentar